Selasa, 18 Agustus 2009

PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN UDARA

2 Tahun Lumpur Lapindo: Dua Tahun Rakyat Diabaikan


Jakarta, 27 Mei 2008 – Bencana luapan lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sudah berlangsung dua tahun. Hingga kini, lumpur Lapindo terus menyembur. Selama itu pula hak rakyat ikut dikubur. Hingga Selasa (27/5), semburan lumpur sudah menggenangi 14 desa di tiga kecamatan. Seluruh infrastruktur, seperti jalan tol, jalan raya, dan rel kereta, alami kehancuran perlahan. Namun, sejauh ini belum ada upaya konstruktif dilakukan untuk menyumbat sumber masalahnya. Padahal, tragedi kemanusiaan ini mengakibatkan semakin banyak warga yang tergusur dan menanggung kerugian moril dan materiil.

“Luberan lumpur Lapindo telah menjebak banyak pihak. Tak hanya menyengsarakan warga korban, semburan lumpur juga menjerat anggaran negara. Padahal, telah jelas tercantum dalam amar putusan majelis hakim Nomor 384/PDT.G/2006/PN.JKT.PST tanggal 27 November 2007 bahwa, ’semburan lumpur akibat kekuranghati-hatian pengeboran yang dilakukan Lapindo karena belum terpasang casing atau pelindung secara keseluruhan,’” tegas Ivan Valentina Ageung, Manajer Litigasi WALHI.

Seperti diketahui, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diputus kalah di tingkat pengadilan negeri. WALHI menggugat Lapindo mengenai perbuatan yang membahayakan lingkungan, sedangkan gugatan YLBHI menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.

“WALHI akan terus memburu penjahat lingkungan sesuai prosedur hukum. Meski dinyatakan kalah di tingkat pengadilan negeri, upaya banding telah ditempuh WALHI, yakni dengan didaftarkannya upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2008 lalu,“ seru Ivan.

Ketidakpastian hukum kasus lumpur Lapindo memperjelas kelemahan pemerintahan SBY. Di bawah ketiak korporasi, keduanya tak bisa berbuat banyak. Bung Hatta mengatakan, “lebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi daripada suatu negara asing.” Ini pula yang dialami oleh warga korban lumpur Lapindo di desa-desa Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Kini, luapan itu menyebabkan ribuan warga kehilangan tempat tinggal, sawah, dan pekerjaan, serta mengalami stres, ketakutan, dan kekerasan. Budi (33), salah seorang korban yang tinggal di tepi Jalan Tol Porong-Gempol mengurai kejengkelannya, “Ada permainan politik, dan yang pasti pemerintah belum berpihak kepada rakyat. Namun, kami tak akan menyerah”.

Setali tiga uang, Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI juga menegaskan, “negara dan Lapindo belum berbuat maksimal untuk memulihkan kerusakan lingkungan dan hancurnya kehidupan yang dialami warga korban. Rakyat menilai, negara justru tunduk di bawah kaki Lapindo”.



Advokasi Polusi Industri: Menuju Produksi Bersih


Selama 20 tahun terakhir Pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Pada saat ini tidak kurang terdapat 30.000 industri yang beroperasi di Indonesia yang mana dari tahunke tahun menunjukkan peningkatan. Tak dapat dihindari, dampak ikutan dari industrialisasi ini adalah juga terjadinya peningkatan pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi industri. Pencemaran air, udara, tanah dan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) nerupakan persoalan yang harus dihadapi oleh komunitas-komunitas yang tinggal di sekitar kawasan industri.

Bukan rahasia lagi, bahwa sektor ini telah membawa akibat buruk terhadap lingkungan dan manusia. Sejak awal berdiri, sektor ini seringkali sudah menimbulkan masalah, misalnya, lokasi pabrik yang dekat dengan pemukiman penduduk, pembebasan tanah yang bermasalah, tidak dilibatkannya masyarakat dalam kebijakan ini, buruknya kualitas AMDAL, sering tidak adanya pengolahan limbah, dan lain sebagainya.

Dampak lainnya yang timbul adalah polusi udara, polusi air, kebisingan, dan sampah. Semua dampak tersebut menjadi faktor utama penyebab kerentanan yang terjadi dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat menjadi tambah rentan karena buruknya kualitas lingkungan.


Pelayanan Air Minum Jakarta dan Pencemaran Air



I. Krisis Air

Sekitar 65 persen penduduk Indonesia atau sekitar 125 juta jiwa menetap di Pulau Jawa yang luasnya hanya tujuh persen dari seluruh luas daratan Indonesia. Sementara dari sudut potensi air hanyalah 4,5 persen dari total potensi air di Indonesia sehingga menimbulkan benturan kepentingan. Dipandang dari segi pengembangan sumber daya air, permasalahan air di Jawa termasuk kategori kritis.

Kerusakan Sungai

Sebanyak 64 dari total 470 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Indonesia saat ini dalam kondisi yang kritis. Dari 64 DAS kritis tersebut, berada di Sumatera 12 DAS, Jawa 26 DAS, Kalimantan 10 DAS, Sulawesi 10 DAS, Bali, NTB dan NTT 4 DAS, Maluku serta Papua 2 DAS.

Pencemaran Sungai

Kualitas air sungai di Indonesia pada umumnya telah dipengaruhi oleh limbah domestik yang masuk ke badan air di samping limbah lainnya yang berasal dari industri, pertanian maupun peternakan.

Pemantauan kualitas air sungai dilakukan di 30 propinsi Indonesia tahun 2004 dengan frekwensi pengambilan sampel sebanyak dua kali dalam setahun. Hasil pemantauan menunjukkan parameter DO, BOD, COD, fecal coli dan total coliform mayoritas sudah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas I menurut PP 82 Tahun 2001.1

Untuk parameter biologi, fecal coli dan total coliform dapat dikatakan bahwa mayoritas sungai yang terdapat di kota padat penduduk seperti di pulau Jawa cenderung lebih tercemar oleh bakteri tersebut, seperti di Sungai Progo (Jateng dan Yogyakarta), Sungai Ciliwung (Jakarta), dan Sungai Citarum (Jawa Barat).

Pencemaran Air Tanah
Pemantauan terhadap 48 sumur dilakukan di Jakarta pada tahun 2004. Hasil pemantauan menunjukkan hampir sebagian besar sumur yang dipantau telah mengandung bakteri coliform dan fecal coli. Persentase sumur yang telah melebihi baku mutu untuk parameter Coliform di seluruh Jakarta cukup tinggi, yaitu mencapai 63% pada bulan Juni dan 67% pada bulan Oktober.
Pencemaran

Pencemaran oleh limbah pabrik-pabrik di sekitar Cilincing, Jakarta Utara, mengakibatkan kerugian cukup besar bagi nelayan. Laut tak lagi jernih dengan aneka hasilnya yang kian menyusut, jadi indikasi betapa buramnya potret kehidupan nelayan kita. Pemerintah yang diharapkan memberi solusi pun ternyata tak banyak membantu. Alih-alih, kondisinya tetap sama, pencemaran masih berlanjut.

Hari cukup cerah, saat kami tiba di pantai Merunda, Kec. Cilincing, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu. Padahal hujan sempat mengguyur kawasan ini disertai gelombang pasang beberapa hari sebelumnya, membuatnya tergenang hingga se-mata kaki.

Matahari yang beranjak naik, seakan jadi pertanda keberuntungan kami, kali ini. Rencana melihat dari dekat kehidupan peternak kerang hijau, yang terus merugi sejak pencemaran laut di teluk Jakarta, menjadi penantian panjang yang akhirnya terwujud.

Hermawan (27) yang jadi penunjuk jalan sekaligus nakhoda perahu yang kami tumpangi, akhirnya harus banting stir ke bidang lain, karena hasil laut tempatnya menyambung hidup tak lagi memberi harapan. “kalo dulu, kita gak mesti jauh ke tengah, karena di sekitar sini ikannya banyak. Terumbu karangnya pun sempat ada. Kalo sekarang, nyari ikan susah” ungkapnya lirih, sembari membetulkan arah perahu.

Hermawan, adalah satu diantara puluhan bahkan ratusan nelayan yang kini tak lagi menggantungkan hidup pada laut. Sulitnya mencari ikan yang sarat bertaruh nyawa, membuat kegiatan ekonomi ini cukup beresiko. Ditambah lagi harga ikan di tempat pelelangan relatif tak banyak berubah, menjadikan nelayan seakan jalan di tempat. Keadaan ini pun diperparah dengan sistem ijon yang membelenggu, ditawarkan para rentenir. Tentunya nelayan-nelayan itu semakin miskin.

Sudah jadi rahasia umum pula, teluk Jakarta tempat nelayan mencari nafkah, telah tercemar aneka limbah berbahaya beberapa tahun terakhir. Sejak diberikannya ijin bagi banyak pabrik beroperasi di kawasan ini, terjadi banyak perubahan. Air laut yang berubah hitam hingga puluhan kilometer dari bibir pantai, jadi indikator keberadaan limbah tersebut. Limbah yang diantaranya merupakan logam berat, membuat aneka hasil laut, seperti budidaya kerang hijau mati.


Pencemaran Tanah

Sebagaimana udara dan air, tanah merupakan komponen penting dalam hidup kita. Tanah berperan penting dalam pertumbuhan mahluk hidup, memelihara ekosistem, dan memelihara siklus air. Kasus pencemaran tanah terutama disebabkan oleh pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat (ilegal dumping), kebocoran limbah cair dari industri atau fasilitas komersial, atau kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah, yang kemudian tumpah ke permukaan tanah.Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.


Remediasi

Kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah dikenal dengan remediasi. Sebelum melakukan remediasi, hal yang perlu diketahui:
1. Jenis pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,
2. Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
3. Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
4. Jenis tanah,
5. Kondisi tanah (basah, kering),
6. Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
7. Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).
Remediasi On-site dan Off-site

Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.

Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).


BAHAYA PENCEMARAN UDARA

Jakarta selepas hujan diselimuti kabut. Terutama di sore hari. Terlihat dingin dan adem. Tapi jangan salah sangka. Itu bukan kabut alamiah. Kabut “buatan” yang berasal dari sisa pembakaran kendaraan bermotor anda.

Data Kompas menunjukkan sebesar 2-3 juta mobil berada di Kota Jakarta pada jam-jam kantor, dan sebesar 3-4 juta untuk motor. Jika separuh saja dari jumlah kendaraan bermotor tersebut menderu pada saat yang sama, berapa juta karbon monoksida (CO), nitrooksida (NOx), dan hidrokabon (HC) yang melayang-layang mencari mangsa di udara kota?

Ketiga jenis gas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. CO adalah gas beracun yang apabila terhirup berlebihan bisa menyebabkan kematian mendadak. Masih ingat peristiwa Mobil Mercy Pak Kyai beberapa bulan lalu? Kebocoran pada pipa knalpot berujung maut. Sisa pembakaran yang mengandung CO segera mencabuit nyawa seisi penumpang, berikut supirnya.

NOx dan HC sama beracunnya. Keduanya merusak paru-paru sedikit demi sedikit. Anda tentu tidak inginkan paru-paru bocor setelah sekian lama beraktivitas di jalan raya. Gejala kabut di sore hari dan selepas hujan adalah fenomena kimiawi beracun di angkasa kota Anda. Penyebabnya adalah dua jenis gar beracun ini. Jika volume gas NOx dan HC sudah demikian berat menggelayut di angkasa, maka hujan asam akan terjadi pula di atas atmosfir

Bagi kita negara dengan seribu masalah, konsen mengenai polusi masih kecil sekali. Baru belakangan pihak pemerintah meregulasi standar polusi kendaraan bermotor. Namun dari yang banyak kita baca di media dan dengarkan dari para pemakai kendaraan, infrastruktur pendukung dan law inforcement masih sangat rendah. Ujung-ujungnya, aturan tidak jalan dan para penguna kendaraan bermotor cuek-bebek. Padahal masalah polusi pada akhirnya adalah masalah bersama. Jika bukan diri sendiri, ya keluarga anda!

Bagi seorang bikers, di ujung semua ini, adalah ancaman bagi kesehatan. Sebab bikers merupakan orang yang lama, kalau bukan yang terlama, menghirup gas beracun di jalan raya.



PENCEMARAN LINGKUNGAN

Dengan telah berfungsinya kembali PC dengan kemampuan Google-Earth-nya, aku iseng-iseng mengecek posisi-posisi penting di sekitar Pulau Jawa. Tempat-tempat yang terkenal serta kukenal dan mungkin akan menarik untuk dikenal oleh teman-teman serta para mahasiswa. Yang paling kuanggap penting selain lokasi di kota Bandung, adalah Lumpur Lapindo. Foto yang kuambil, sepertinya lebih baru daripada foto lain di dalam database Google-Earth ini, dikarenakan keberadaan lumpur Lapindo ini memang menarik perhatian khalayak. Kuambil tiga potongan kecil dengan ukuran aslinya kusimpan di Multiply.
Bila dilihat dari atas, kelihatan posisi jalan tol di kanan kolam-lumpur, dan suangai Porong di bawah kolam. Disebelah kiri kolam ada jalan biasa (bukan tol) yang menghubungkan Surabaya-Malang

Sungai Porong berubah menjadi dua warna, warna aslinya, yaitu warna asli sungai ‘air’ ada diposisi kiri, sedangkan lumpur mewarnai sebelah sisi kanan sungai Porong. Bila ke kanan terus akan menuju ke Laut Jawa. Apakah ini namanya pencemaran sungai ? Kalau kita pernah ingat, jenis pencemaran adalah pencemaran air, udara & tanah. Kalau ini termasuk pencemaran air, tapi komposisi lumpur lebih banyak. Berarti pencemaran lumpur.


Pencemaran tanah dan dampaknya

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian kerusakan tanah untuk produksi bio massa: “Tanah adalah salah atu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.”
Tetapi akibat kegiatan manusia, banyak terjadi kerusakan tanah. Di dalam PP No. 150 th. 2000 disebutkan bahwa “Kerusakan / pencemaran tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah”.
Dalam rubrik ini kita akan melihat beberapa hal tentang; penyebab pencemaran tanah, dampaknya, dan cara penanggulangannya.

Penyebab Pencemaran Tanah
Tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. sebagian besar makanan kita berasal dari permukaan tanah, walaupun memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut. Sudah sepatutnya kita menjaga kelestarian tanah sehingga bisa mendukung kehidupan di muka bumi ini. Sebagaimana pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun merupakan akibat kegiatan manusia.
Pencemaran tanah bisa disebabkan limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian .

Limbah domestik
Limbah domestik yang bisa menyebabkan pencemaran tanah bisa berasal dari daerah: pemukiman penduduk; perdagang-an/pasar/tempat usaha hotel dan lain-lain; kelembagaan misalnya kantor-kantor pemerintahan dan swasta; dan wisata, bisa berupa limbah padat dan cair.
1. Limbah padat berbentuk sampah anorganik. Jenis sampah ini tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme (non-biodegradable), misalnya kantong plastik, bekas kaleng minuman, bekas botol plastik air mineral, dsb.
2. Limbah cair berbentuk; tinja, deterjen, oli, cat, jika meresap kedalam tanah akan merusak kandungan air tanah dan bisa membunuh mikro-organisme di dalam tanah.

Limbah industri
Limbah industri yang bisa menyebabkan pencemaran tanah berasal dari daerah: pabrik, manufaktur, industri kecil, industri perumahan, bisa berupa limbah padat dan cair.
1. Limbah industri yang padat atau limbah padat yang adalah hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari proses pengolahan. Misalnya sisa pengolahan pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, pengawetan buah, ikan daging dll.
2. Limbah cair yang adalah hasil pengolahan dalam suatu proses produksi, misalnya sisa-sisa pengolahan industri pelapisan logam dan industri kimia lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom, arsen dan boron adalah zat hasil dari proses industri pelapisan logam
Limbah pertanian
Limbah pertanian yang bisa menyebabkan pencemaran tanah merupakan sisa-sisa pupuk sintetik untuk menyuburkan tanah/tanaman, misalnya pupuk urea, pestisida pemberantas hama tanaman, misalnya DDT.

Tidak ada komentar: